Monday, November 3, 2025

Seri Cerita yang Tidak Terlalu Penting Tapi (Semoga) Sulit Dilupakan - 2

Cerita 2: Sendok yang Ingin Jadi Sumpit

Di atas meja kayu, secangkir teh mengepul. Laci terbuka sedikit, memperlihatkan kilau sendok yang termenung di antara garpu dan pisau. Dapur masih setengah gelap, seperti pagi yang belum sepenuhnya bangun.



Pagi itu, di sebuah laci dapur yang agak berisik, para alat makan baru saja selesai berdebat tentang siapa yang paling berguna.

Pisau membusungkan dada - atau semacamnya. “Tanpa aku, tidak ada daging yang bisa dipotong rapi!” katanya bangga.

Garpu menimpali, “Tanpa aku, tak ada yang bisa ditusuk dan diangkat dengan elegan.”

Di pojok laci, sendok hanya diam saja. Ia berkilau samar, tapi sorot matanya tampak agak minder.

“Kenapa kau diam saja, Sendok?” tanya Sumpit, si kembar langsing yang selalu tampil bersama.

Sendok menarik napas (kalau sendok bisa). “Kadang aku iri pada kalian. Kalian dipakai di restoran keren, fine dining, restoran Jepang, dipegang orang saat makan ramen. Sementara aku? Cuma buat makan bubur, nyeruput kuah Indomie, dan minum obat sirup.”

Sumpit tertawa kecil. “Kamu tahu, tidak semua orang bisa pakai kami lho. Kami memang kelihatan keren, tapi orang sering juga.”

“Ya, tapi kalian kelihatan seru. Aku cuma bulat dan datar.”

Hari-hari berikutnya, sendok mencoba meniru sumpit. Ia berusaha berdiri tegak di cangkir, tapi selalu jatuh. Ia mencoba mengangkat mie, tapi mie-nya justru melilit dan menampar wajahnya sendiri.

Sendok frustrasi. “Ternyata jadi sumpit itu susah juga.”

Suatu pagi, saat hujan turun, seorang anak kecil sakit flu. Ibunya datang membawa bubur panas dan berkata lembut, “Nah, kita makan pakai sendok kesayangan, ya.”

Sendok terangkat, uap dari bubur yang mengepul terasa hangat. Ia melihat wajah anak itu tersenyum di sela hidung mampet.

Dan di situ ia sadar, mungkin ia tidak seanggun sumpit, tapi tidak ada yang bisa mengantarkan kenyamanan sebaik dirinya.


Catatan kecil: Kadang kita iri pada yang tampak keren di luar, padahal dunia juga butuh yang sederhana, yang bisa menenangkan, bukan hanya memukau.



Cerita dan ilustrasi orisinal oleh Dyah Kusumodewi & ChatGPT (2025) 

No comments:

Post a Comment