Saturday, November 8, 2025

Cerita 7: Lili Kunang-kunang dan Kura-kura Rabun

Lili Kunang-kunang dan Kura-kura Rabun

Seri Cerita yang Tidak Terlalu Penting Tapi (Semoga) Sulit Dilupakan 


Malam turun perlahan di hutan Teduh.
Udara sejuk, daun-daun bergoyang pelan, dan langit penuh bintang. Di antara semak, kunang-kunang mulai menyalakan cahayanya.

Tapi malam itu, Lili, si kunang-kunang kecil, terbang terlalu jauh dari rombongan. Ia ingin melihat bintang dari atas pohon tertinggi.
Sayangnya, angin malam berembus kencang, membuatnya tersesat di tengah hutan yang gelap.



“Aduh… ini di mana, ya?” bisiknya cemas.

Ia mencoba menyalakan cahayanya, tapi makin lemah karena lelah dan takut.

Tiba-tiba, dari bawah terdengar suara berdehem berat tapi lembut,
“Siapa di sana?”, bisik Lili.

Seekor kura-kura besar keluar dari balik akar pohon. Kulitnya hijau gelap, matanya agak keruh.
“Aku Kura-kura Tua. Mataku sudah rabun, jadi aku tak bisa melihat jelas. Tapi aku dengar kepak kecilmu,” katanya.

“Aku Lili. Aku tersesat,” jawab kunang-kunang kecil dengan sedih.

Kura-kura berpikir sejenak. “Hmm… meski aku tak bisa melihat, aku bisa mendengar arah sungai. Dari sungai, kamu pasti bisa menemukan cahaya teman-temanmu.”
Lili menatap kura-kura dengan penuh harapan. “Kalau begitu, biar aku yang menerangi jalanmu.”

Dan berangkatlah mereka berdua.
Lili hinggap di kepala Kura-kura, menyalakan cahaya kecilnya. Kura-kura berjalan perlahan, mendengarkan suara hutan, desir daun, gemericik air, dan nyanyian jangkrik.

“Sedikit ke kiri,” katanya, “aku dengar suara air dari sana.”
Lili menerangi jalan di depan mereka, menghindarkan kura-kura dari akar dan batu.

Mereka berjalan lama, saling membantu, satu dengan cahaya, satu dengan telinga.
Akhirnya, mereka tiba di tepi sungai. Dari kejauhan, tampak kilau ratusan kunang-kunang menari di udara.

“Teman-temanku!” seru Lili gembira. Ia berputar di atas kepala Kura-kura, membuat cahaya berkilauan di air.

Ibu Kunang datang menjemput, wajahnya lega.
“Terima kasih, Tuan Kura-kura. Karena bantuanmu, anakku bisa pulang.”

Kura-kura tersenyum kecil. “Ah, aku juga dibantu olehnya. Sudah lama aku tak bisa berjalan sejauh ini tanpa tersandung.”

Sejak malam itu, Lili sering datang menemani Kura-kura berjalan-jalan malam.
Lili jadi mata bagi Kura-kura, dan Kura-kura jadi telinga bagi Lili.

Di hutan Teduh, setiap cahaya dan setiap suara punya perannya sendiri, sekecil apapun.



No comments:

Post a Comment