Seri Cerita dari Majalah Bobo yang Menempel di Kepala
Kakek Arman dan Nenek Sari sudah lama hidup berdua di rumah kecil di pinggir kota. Dulu, mereka punya toko kelontong, tapi sekarang tubuh sudah renta dan penglihatan mulai kabur. Untuk ke pasar, Kakek selalu naik sepeda tuanya, sepeda hitam yang sudah kusam tapi penuh kenangan.
Suatu sore, Nenek berkata pelan, “Keadaan kita makin sulit, Kek. Mungkin sepeda itu bisa dijual. Lumayan untuk beli beras.”
Kakek mengangguk. Sepeda itu memang sudah lama tak dipakai. Rodanya kempis, catnya mengelupas. Tapi, siapa yang mau membeli sepeda tua seperti itu?
Dengan hati-hati, Kakek membuka ujung setang itu. Ternyata di dalamnya ada bungkus kain kecil berisi beberapa cincin dan kalung emas!
Nenek Sari menatapnya dengan mata basah. “Ya ampun... itu perhiasan yang dulu kita simpan. Aku lupa, kita sembunyikan di situ!”
Keduanya tertawa dan menangis bersamaan. Sepeda tua itu, yang tadinya hendak dijual karena kemiskinan, justru menyelamatkan mereka dari kesulitan.
Sejak hari itu, sepeda itu tak jadi dijual. Kakek membersihkannya, mengecatnya lagi, dan meletakkannya di depan rumah.
“Sepeda ini,” kata Kakek, “saksi hidup bahwa kebaikan dan kesabaran selalu punya cara untuk kembali.”
Sumber gambar https://id.pinterest.com/pin/362821313727209687/

No comments:
Post a Comment