cinta/cin·ta/ -- monyet
PACAR PERTAMA
"Sebel! Hari ini aku diejek lagi. Kenapa sih mereka bisa ngeselin semua gitu?" Intan Doni……Intan Doni…..Huh! kata-kata itu masih terngiang dengan jelas di telinga Intan sepulang sekolah. Sekarang Intan duduk di kelas empat SD. Dan sudah hampir satu bulan ini, teman-teman di sekolahnya sibuk meneriakkan kata-kata ejekan itu "Intan Doni….." dengan bagian akhir nadanya ditarik ke bawah sedemikin rupa sampai terdengar sangat menyebalkan!
Dengan kesal Intan
mengambil makan siang. Tapi sudah lima menit duduk di meja makan Intan belum
menyentuh makanannya, Intan cuma duduk diam dengan raut wajah ditekuk
sedemikian rupa. Ibu yang melihat kejadian itu langsung bertanya,
“Kenapa Tan, kok
cemberut gitu?”
“Nggak.”
“Nggak kok mukanya
kusut.”
Intan diam, raut
mukanya makin suram, “Bu, dulu ibu pertama kali punya pacar kapan?”
“Lho? Tiba2 kok
nanya soal pacar, hayo….Intan udah punya pacar ya?”
“Ih, enggak! Intan
sebel, masak Intan di sekolah tadi diejekin pacarnya Doni, trus si Doninya juga
diledekin gitu nggak marah, cuma senyum2 aja, Intan kan jadi sebel. Masak kelas
empat SD udah main pacar-pacaran, Intan kan nggak mau, jadi Intan sebel sama
temen2 apalagi sama Doni.”
“Wah…ngomelnya
panjang amat, ibu jadi kenyang dengernya.”
“Ih ibu…Intan kan
serius bu…lagian ibu sendiri yang bilang, anak SD tuh nggak usah pacar2an. Gitu
kan?”
“Iya….iya… Ya udah
sekarang Intan makan dulu aja, nasinya keburu dingin tuh.”
“Huh….Intan kesel
banget!” kata Intan sambil menyendok nasinya penuh dendam.
“Kesel sih
boleh-boleh aja Tan, tapi Intan nggak boleh sampai benci sama Doni, Intan
harusnya bersyukur ada orang yang mau suka sama Intan, iya kan?”
“Iya sih..tapi kan
bu, gara2 si Doni cuma senyum2 aja, jadinya temen2 nyangkain Intan beneran
pacar Doni.”
“Lha, Intan sendiri
pacar Doni bukan?”
“Ya bukan!”
“Ya udah kalo gitu,
nggak usah kesel, kalo Intan kesel begitu artinya Intan sendiri suka sama
Doni.” Goda ibu.
“Intan nggak suka
Doni bu! Yaaa….Intan juga nggak benci sama Doni, Intan cuma…….lapar.” Intan
buru2 menyendok makanannya untuk mengalihkan pembicaraan, karena Intan tidak
mau ibu ikut-ikutan menyangka Intan pacarnya Doni.
in Doni's mind |
Sore harinya, Intan
bersepeda keliling komplek bersama Sinta dan Yana, suasana sore hari memang
sangat mengasyikkan untuk bersepeda. Intan merasa sangat santai, sampai2 Intan
sudah lupa pada kekesalannya sepulang sekolah tadi, dengan ceria Intan mengayuh
sepeda mini merahnya.
Dari kejauhan,
Intan melihat tukang bakso mangkal di depan rumah Doni, dan tukang bakso itu
dikerubuti orang-orang yang hendak membeli bakso. Melihat itu, Intan cuek aja.
Emang kenapa kalau ada tukang bakso mangkal plus banyak orang di depan rumah Doni? Bukan berarti
harus malu dan menghindari rumah Doni kan?
Intan tetap
mengayuh sepedanya dengan santai. Sinta dan Yana sudah jauh di depan. Mereka
ngebut. Intan merasa, tidak semestinya kalau melewati sekumpulan orang2 kita
mengebut. Jadi Intan mengayuh sepedanya lambat-lambat. Tiba2, ada suara yang
menyapa Intan.
“Ini Intan anaknya
Bu Kardi ya?”
Mendengar sapaan
itu mau tak mau Intan berhenti mengayuh sepedanya demi sopan santun.
Dengan manis Intan
menganggukkan kepala, ternyata yang menyapa adalah ibunya Doni yag sedang jajan
bakso.
“Wah….Intan kok
sendirian aja?” tanya ibunya Doni.
“Nggak kok tante,
sama Sinta dan Yana, tapi mereka udah di depan.”
Ibunya Doni kembali
tersenyum, kemudian berkata,
“Intan mau bakso
ngga?”
“Ngga usah tante,
Intan udah ketinggalan jauh dari Sinta dan Yana.”
“Oh…ya udah. Sayang
nih Doninya lagi ngga ada, wah….pacarnya Doni manis juga ya?” kata ibunya Doni
sambil tersenyum penuh rahasia pada Intan.
Deg! Jantung Intan
serasa berhenti berdegup. Enak aja! Apa katanya? Pacar??? Sembarangan! Tapi
Intan tetap memaksakan diri untuk tersenyum pada ibunya Doni. Walaupun hasilnya
aneh, jadi seperti menyeringai.
Susah payah Intan
berkata, “Permisi tante.”
Malam harinya,
Intan kesal…sekali. Sampai2 sejak sejam yang lalu, PR matematika yang
terbentang di hadapan Intan tidak juga selesai. Yang ada cuma gambar2 tanpa
bentuk di kertas buram yang sedianya untuk oret2an menghitung. Apa2an sih?
Masak sampai ibunya Doni pun tau tentang hal ini. Tau darimana? Masak Doni yang
cerita? Ih, ngga tau malu. Pacar…..enak aja.
Dan malam itu, Intan tidak mengerjakan PR matematika, tapi ia berhasil
menaburi kertas buram dengan tulisan2, monyet....monyet...monyet......sampai Intan
tertidur.
Esok harinya, di sekolah Intan
merasa heran melihat Wahyu, teman sebangkunya sudah datang sedemikian paginya.
Wahyu kan si raja telat. Rambut Wahyu rapi tersisir klimis. Pokoknya, keren banget deh!
Tanpa berkata apa2, Intan langsung duduk di sebelah Wahyu, dan mengerjakan PR
matematika untuk hari ini yang tidak dikerjakannya semalam. Emergency nih, PR
matematikanya 10 nomor pula.
“Ehm…ehm…” kata Wahyu.
“Belum dikerjain, nyonteknya
sama yang lain aja.” Kata Intan ketus. Emosi semalam masih terbawa sampai pagi
ini.
Sambil nyengir, Wahyu berkata
bangga. “PR Wahyu udah selesai semua.”
Intan berhenti menulis, PR Wahyu
udah selesai? Hmm, apa nyontek Wahyu aja ya? Udah jam segini, sangat telat
untuk mengerjakan semua nomor PR matematika ini. Memang hasil hitungan Wahyu
biasanya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tapi daripada nggak samasekali?
Lagipula, biasanya kan Wahyu sering nyontek PR Intan. Sekarang gantian dong.
“Kok tumben…emang
Intan belum kerjain?”
“Semalem ketiduran.
Aku liat PRnya ya?”
Dengan senyum manis seorang juru selamat yang penuh
kerelaan, Wahyu membeberkan PRnya dihadapan Intan. Dan Intanpun langsung
menyambut pertolongan Wahyu sesegera mungkin.
“Jangan gangguin ya!”
kata Intan dengan jutek sambil menyalin PR Wahyu dengan kecepatan tinggi.
Heran…Ini kan PR
matematika, pelajaran kelemahan Wahyu, tumben sudah selesai, dan keliatannya
cara Wahyu mengerjakan juga benar. Mestinya sih, Wahyu dibantu kakaknya.
Sambil terus
menyalin, Intan bertanya, “Siapa yg kerjain PRnya Yu? Bener semua ga nih
jawabannya?”
“Bener
dong…..ditanggung halal! Yang kerjain kan Doni.”
Seketika Intan
menghentikan perkerjaannya. Doni??? Doni yang itu? Yang suka disebut2 pacar
Intan? Tapi…Doni manalagi? Emang ada banyak yang namanya Doni di dunia ini,
tapi… rasanya cuma ada satu orang Doni yang dikenal Wahyu. Yup! Mestinya sih
Doni yang itu. Rumah Doni kan memang dekat sama rumahnya Wahyu. Ada sedikit
keengganan di dalam hati Intan untuk menyalin hasil karya Doni. Tapi…situasi
mendesak. Lagipula, penyebab Intan tidak mengerjakan PR juga karena kesal sama
Doni. Jadi…adil juga pikir Intan. Daripada dihukum Bu Guru karena tidak
mengerjakan PR-sesuatu yang belum pernah terjadi pada Intan sebelumnya, dan
bisa2 Intan langsung bunuh diri kalau dirinya sampai dihukum Bu Guru karena
tidak mengerjakan PR.
Ketika sedang
semangat2nya menyalin, Wahyu kembali berdehem2 dengan takut2. Wahyu memang agak
ngeri pada Intan, yang memang bertampang jutek, berdarah jutek, bersifat jutek.
Kejutekan yang ada di setiap sel tubuh Intan, karena Intan adalah cewek jutek
sejati.
“Ehm…ehm…”
Intan tidak
peduli….Intan terus menyalin dengan kecepatan tinggi.
“Ehm…ehm…Intan.”
Wahyu pantang menyerah.
Dengan sedikit
tidak sabar, Intan mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang disalinnya.
Mengangkat alis dengan tatapan—apa ganggu2, cari mati???
“Mau coklat ga
Tan?” tanya Wahyu.
Intan
langsung meletakkan pinsilnya. Coklat? Ngga salah denger tuh? Wahyu nawarin
coklat? Bisa2 bakal ada ujan geledek.
Dengan alis
berkerut, Intan menatap curiga pada Wahyu.
“Kok tumben nawarin
coklat??” tanya Intan.
“Yaaaa…Wahyu kan
punya coklat.” Kata Wahyu dengan tampang tolol.
“Iya udah tau.
Trus? Buat Intan? Kenapa? Biasanya kan Wahyu yg minta bekal makanan Intan. Kok
aneh sih?”
“Yaaa, kan ngga
tiap hari Tan, sekali2 gantian.”
“Emang rumah Wahyu
lagi kebanjiran cokelat ya?” tanya Intan. Intan benar2 merasakan adanya
keajaiban kalau sampai Wahyu menawari coklat. Biasanya kan Wahyu yang rakus,
bukannya malah menawari seperti sekarang.
Serasa mendapat
ide, Wahyu tersenyum ceria, “Iya Tan…kakak Wahyu kasih oleh2 banyak cokelat.”
“Kakak kamu kan
baru kelas 1 SMP. Punya banyak coklat darimana?”
Dengan gelagapan
Wahyu menjawab, “Kakak sepupu.”
“Ohhh…..”
“Ini.” Wahyu
mengulurkan sebatang besar coklat cadburry dairy milk pada Intan.
Intan kaget lagi.
Wahyu menawari coklat saja udah aneh, Intan pikir cuma sepotong. Tapi sebatang
besar? Untuk ukuran anak SD….ini ajaib. Biasanya paling dapat sepotong,
dibagi-bagi dengan teman2 yang lain pula. Boro2 satu batang. Intan masih diam,
dia masih ragu untuk menerima cokelat pemberian Wahyu. Terlalu mencurigakan.
“Coklatnya
kebanyakan Yu…dibagi2 aja ama temen2 yg
lain.”
“Ngga Tan! Buat
anak2 yg lain udah ada. Ini sebatang khusus buat Intan. Soalnya, Intan kan
baik, Wahyu sering mintain makanan Intan, dan nyontek PR Intan. Sekali-kali kan
boleh.” Ada getaran panik di nada suaranya Wahyu.
Gambar ini hanya ilustrasi |
Intan yang
menangkap hal itu, jadi merasa ada sesuatu yang disembunyikan Wahyu, jangan2 ni
anak mau menyogok, minta tolong sesuatu. Tapi Intan tidak punya waktu banyak
untuk berpikir, karena PR metematika belum selesai. Setelah berpikir beberapa
saat, akhirnya Intan menerima coklat pemberian Wahyu.
“Eh…Tan, ada lagi.”
“Ini bunganya.”
Wahyu mengangsurkan setangkai mawar merah dari dalam tasnya pada Intan.
“Bunga?” Intan
merasa sangat heran.
“Dari Doni.” Kata
Wahyu takut-takut. Wahyu tau persis Intan tidak suka pada Doni.
“Apa???” Intan
langsung kesal. Kecurigaan Intan terhadap Wahyu, bahwa dia menutup2i sesuatu,
terbukti sudah. Mestinya Wahyu memberi coklat pada Intan supaya Intan mau
menerima bunga dari Doni. Enak aja!
“Jadi….coklat ini
dari siapa?” tanya Intan.
“Itu…..dari Wahyu.”
Kata Wahyu dengan sangat tidak meyakinkan.
“Beneran dari
Wahyu???” tanya Intan curiga.
“Iya…itu dari
Wahyu.” Jawab Wahyu cepat2.
“Intan ga mau
coklatnya, juga bunganya.” Kata Intan.
“Eh..Tan, ini
coklatnya dari Wahyu kok. Beneran. Jangan gitu dong, sekali2 kan Wahyu juga
pengen ngasih ma Intan, balas hutang budi.” Kata Wahyu dengan memelas.
Intan tidak peduli,
terus melanjutkan menyalin PR. Tapi Wahyu pantang menyerah, dengan gagah berani
dia terus2an menarik-narik tangan Intan, walaupun risikonya disemprot Intan
yang jutek.
“Ayo dong Tan,
coklatnya nih….”
Karena sangat kesal
dan terganggu oleh Wahyu, Intan menyambar dengan kasar coklat di tangan Wahyu.
Yang penting Wahyu bisa diam, karena jam masuk sekolah tinggal 5 menit lagi, dan
masih ada 2 nomor yang belum disalin. Apapun bisa Intan lakukan asal bisa
menyalin PR dengan tenang.
Setelah Intan
mengambil coklatnya, Wahyu mendesah lega. “Bunganya gimana Tan?”
“Makan aja ma
kamu!” Jawab Intan dengan ketus.
Pulang sekolah,
Wahyu bertemu dengan Doni dan ganknya –Tono, Umar dan Rizki- di belakang
sekolah. Intan sudah pulang dari tadi bareng Sinta dan Yana. Lagipula, ini
urusan cowok.
“Gimana Yu…diterima
ngga coklatnya ma Intan?” tanya Doni.
Sambil nyengir,
Wahyu mengacungkan jempolnya.
“Yes!” teriak Doni
sambil ber-high five dengan Tono.
“Trus bunganya?”
tanya Umar, sahabat Doni.
“Ini….Intan ngga
mau terima.” Kata Wahyu sambil menyerahkan bunga mawar merah yang sudah rontok,
tergilas buku2 Wahyu di dalam tas.
Doni menerima bunga
itu, menatapnya sebentar, kemudian melemparnya ke dalam tempat sampah.
“Ngga papa Don,
yang penting Intan udah terima coklatnya.” Kata Tono. Teman2 yang lain ikut
mengangguk mengiyakan.
Doni nyengir lebar,
“Itu artinya…….”
“Doni punya
pacar!!!!” Seru Rizki.
Kemudian anak2
cowok itu sibuk berteriak2 menyoraki Doni, menaiki Doni, bertumpuk2 hingga Doni
tidak kelihatan, seolah2 Doni habis membuat gol hat trick terspektakuler
sepanjang sejarah.
Di rumah, Intan
tidak tahu, bahwa coklat yang dimakannya sambil membaca komik siang itu adalah
coklat cinta. Yang melambangkan diterimanya pernyataan cinta dari seseorang.
Perlambang tanda jadian -bagi anak2 cowok
di SD Intan-
Sambil makan
coklat, Intan berpikir, untung Intan tidak menerima mawar merah pemberian Doni.
Sangat memalukan kalau Intan menerimanya. Dasar Wahyu, dikiranya Intan bisa
disogok apa? Sampai kapanpun Intan tidak akan pernah menerima benda apapun dari
Doni.
Intan juga tidak
tahu, bahwa mulai hari itu, Wahyu tidak akan lagi mencontek PR matematika
Intan. Karena sudah ada Doni, yang akan mengerjakan PR matematika Wahyu,
sebagai imbalan karena Wahyu telah menjadi messenger yang sukses.
"Coklatnya enak
juga, tumben Wahyu baik banget." Pikir Intan. Nyam…nyam…nyam….
Based on one true story
Ditulis di Jatinangor,
30 Maret 2004
Dedicated
to: semua anak monyet di dunia.
seruuuu, ngakak gw bacanya...dalam dunia nyata intan dan yana bersahabat, skrg mereka sudah menjadi dokter gigi..
ReplyDelete