Sunday, June 14, 2015

Cinta Monyet


cinta/cin·ta/ -- monyet 
(rasa) kasih antara laki-laki dan perempuan ketika masih kanak-kanak (mudah berubah);

PACAR PERTAMA

"Sebel! Hari ini aku diejek lagi. Kenapa sih mereka bisa ngeselin semua gitu?" Intan Doni……Intan Doni…..Huh! kata-kata itu masih terngiang dengan jelas di telinga Intan sepulang sekolah. Sekarang Intan duduk di kelas empat SD. Dan sudah hampir satu bulan ini, teman-teman di sekolahnya sibuk meneriakkan kata-kata ejekan itu "Intan Doni….." dengan bagian akhir nadanya ditarik ke bawah sedemikin rupa sampai terdengar sangat menyebalkan!

Dengan kesal Intan mengambil makan siang. Tapi sudah lima menit duduk di meja makan Intan belum menyentuh makanannya, Intan cuma duduk diam dengan raut wajah ditekuk sedemikian rupa. Ibu yang melihat kejadian itu langsung bertanya,
“Kenapa Tan, kok cemberut gitu?”
“Nggak.”
“Nggak kok mukanya kusut.”

Intan diam, raut mukanya makin suram, “Bu, dulu ibu pertama kali punya pacar kapan?”
“Lho? Tiba2 kok nanya soal pacar, hayo….Intan udah punya pacar ya?”
“Ih, enggak! Intan sebel, masak Intan di sekolah tadi diejekin pacarnya Doni, trus si Doninya juga diledekin gitu nggak marah, cuma senyum2 aja, Intan kan jadi sebel. Masak kelas empat SD udah main pacar-pacaran, Intan kan nggak mau, jadi Intan sebel sama temen2 apalagi sama Doni.”
“Wah…ngomelnya panjang amat, ibu jadi kenyang dengernya.”
“Ih ibu…Intan kan serius bu…lagian ibu sendiri yang bilang, anak SD tuh nggak usah pacar2an. Gitu kan?”
“Iya….iya… Ya udah sekarang Intan makan dulu aja, nasinya keburu dingin tuh.”
“Huh….Intan kesel banget!” kata Intan sambil menyendok nasinya penuh dendam.
“Kesel sih boleh-boleh aja Tan, tapi Intan nggak boleh sampai benci sama Doni, Intan harusnya bersyukur ada orang yang mau suka sama Intan, iya kan?”
“Iya sih..tapi kan bu, gara2 si Doni cuma senyum2 aja, jadinya temen2 nyangkain Intan beneran pacar Doni.”
“Lha, Intan sendiri pacar Doni bukan?”
“Ya bukan!”
“Ya udah kalo gitu, nggak usah kesel, kalo Intan kesel begitu artinya Intan sendiri suka sama Doni.” Goda ibu.
“Intan nggak suka Doni bu! Yaaa….Intan juga nggak benci sama Doni, Intan cuma…….lapar.” Intan buru2 menyendok makanannya untuk mengalihkan pembicaraan, karena Intan tidak mau ibu ikut-ikutan menyangka Intan pacarnya Doni.
in Doni's mind
Sore harinya, Intan bersepeda keliling komplek bersama Sinta dan Yana, suasana sore hari memang sangat mengasyikkan untuk bersepeda. Intan merasa sangat santai, sampai2 Intan sudah lupa pada kekesalannya sepulang sekolah tadi, dengan ceria Intan mengayuh sepeda mini merahnya.

Dari kejauhan, Intan melihat tukang bakso mangkal di depan rumah Doni, dan tukang bakso itu dikerubuti orang-orang yang hendak membeli bakso. Melihat itu, Intan cuek aja. Emang kenapa kalau ada tukang bakso mangkal plus banyak orang di depan rumah Doni? Bukan berarti harus malu dan menghindari rumah Doni kan?

Intan tetap mengayuh sepedanya dengan santai. Sinta dan Yana sudah jauh di depan. Mereka ngebut. Intan merasa, tidak semestinya kalau melewati sekumpulan orang2 kita mengebut. Jadi Intan mengayuh sepedanya lambat-lambat. Tiba2, ada suara yang menyapa Intan.

“Ini Intan anaknya Bu Kardi ya?”
Mendengar sapaan itu mau tak mau Intan berhenti mengayuh sepedanya demi sopan santun.
Dengan manis Intan menganggukkan kepala, ternyata yang menyapa adalah ibunya Doni yag sedang jajan bakso.
“Wah….Intan kok sendirian aja?” tanya ibunya Doni.
“Nggak kok tante, sama Sinta dan Yana, tapi mereka udah di depan.”
Ibunya Doni kembali tersenyum, kemudian berkata,
“Intan mau bakso ngga?”
“Ngga usah tante, Intan udah ketinggalan jauh dari Sinta dan Yana.”
“Oh…ya udah. Sayang nih Doninya lagi ngga ada, wah….pacarnya Doni manis juga ya?” kata ibunya Doni sambil tersenyum penuh rahasia pada Intan.
Deg! Jantung Intan serasa berhenti berdegup. Enak aja! Apa katanya? Pacar??? Sembarangan! Tapi Intan tetap memaksakan diri untuk tersenyum pada ibunya Doni. Walaupun hasilnya aneh, jadi seperti menyeringai.
Susah payah Intan berkata, “Permisi tante.”

Malam harinya, Intan kesal…sekali. Sampai2 sejak sejam yang lalu, PR matematika yang terbentang di hadapan Intan tidak juga selesai. Yang ada cuma gambar2 tanpa bentuk di kertas buram yang sedianya untuk oret2an menghitung. Apa2an sih? Masak sampai ibunya Doni pun tau tentang hal ini. Tau darimana? Masak Doni yang cerita? Ih, ngga tau malu. Pacar…..enak aja.  Dan malam itu, Intan tidak mengerjakan PR matematika, tapi ia berhasil menaburi kertas buram dengan tulisan2, monyet....monyet...monyet......sampai Intan tertidur.

Esok harinya, di sekolah Intan merasa heran melihat Wahyu, teman sebangkunya sudah datang sedemikian paginya. Wahyu kan si raja telat. Rambut Wahyu rapi tersisir klimis. Pokoknya, keren banget deh! Tanpa berkata apa2, Intan langsung duduk di sebelah Wahyu, dan mengerjakan PR matematika untuk hari ini yang tidak dikerjakannya semalam. Emergency nih, PR matematikanya 10 nomor pula.

“Ehm…ehm…” kata Wahyu. 
“Belum dikerjain, nyonteknya sama yang lain aja.” Kata Intan ketus. Emosi semalam masih terbawa sampai pagi ini.
Sambil nyengir, Wahyu berkata bangga. “PR Wahyu udah selesai semua.”

Intan berhenti menulis, PR Wahyu udah selesai? Hmm, apa nyontek Wahyu aja ya? Udah jam segini, sangat telat untuk mengerjakan semua nomor PR matematika ini. Memang hasil hitungan Wahyu biasanya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tapi daripada nggak samasekali? Lagipula, biasanya kan Wahyu sering nyontek PR Intan. Sekarang gantian dong.

in Intan's mind
Akhirnya, dengan memelas Intan berkata, “Yu….aku nyontek PR kamu ya?”
“Kok tumben…emang Intan belum kerjain?”
“Semalem ketiduran. Aku liat PRnya ya?”

Dengan senyum  manis seorang juru selamat yang penuh kerelaan, Wahyu membeberkan PRnya dihadapan Intan. Dan Intanpun langsung menyambut pertolongan Wahyu sesegera mungkin.
“Jangan gangguin ya!” kata Intan dengan jutek sambil menyalin PR Wahyu dengan kecepatan tinggi.

Heran…Ini kan PR matematika, pelajaran kelemahan Wahyu, tumben sudah selesai, dan keliatannya cara Wahyu mengerjakan juga benar. Mestinya sih, Wahyu dibantu kakaknya.
Sambil terus menyalin, Intan bertanya, “Siapa yg kerjain PRnya Yu? Bener semua ga nih jawabannya?”
“Bener dong…..ditanggung halal! Yang kerjain kan Doni.”

Seketika Intan menghentikan perkerjaannya. Doni??? Doni yang itu? Yang suka disebut2 pacar Intan? Tapi…Doni manalagi? Emang ada banyak yang namanya Doni di dunia ini, tapi… rasanya cuma ada satu orang Doni yang dikenal Wahyu. Yup! Mestinya sih Doni yang itu. Rumah Doni kan memang dekat sama rumahnya Wahyu. Ada sedikit keengganan di dalam hati Intan untuk menyalin hasil karya Doni. Tapi…situasi mendesak. Lagipula, penyebab Intan tidak mengerjakan PR juga karena kesal sama Doni. Jadi…adil juga pikir Intan. Daripada dihukum Bu Guru karena tidak mengerjakan PR-sesuatu yang belum pernah terjadi pada Intan sebelumnya, dan bisa2 Intan langsung bunuh diri kalau dirinya sampai dihukum Bu Guru karena tidak mengerjakan PR.

Tanpa komentar Intan melanjutkan menyalin PRnya. Kalau Doni yg mengerjakan, berarti kemungkinan besar jawaban2nya benar semua. Karena Doni kan sudah kelas 5.
Ketika sedang semangat2nya menyalin, Wahyu kembali berdehem2 dengan takut2. Wahyu memang agak ngeri pada Intan, yang memang bertampang jutek, berdarah jutek, bersifat jutek. Kejutekan yang ada di setiap sel tubuh Intan, karena Intan adalah cewek jutek sejati.
“Ehm…ehm…”
Intan tidak peduli….Intan terus menyalin dengan kecepatan tinggi.
“Ehm…ehm…Intan.” Wahyu pantang menyerah.
Dengan sedikit tidak sabar, Intan mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang disalinnya. Mengangkat alis dengan tatapan—apa ganggu2, cari mati???
“Mau coklat ga Tan?” tanya Wahyu.
Intan langsung meletakkan pinsilnya. Coklat? Ngga salah denger tuh? Wahyu nawarin coklat? Bisa2 bakal ada ujan geledek.

Dengan alis berkerut, Intan menatap curiga pada Wahyu.
“Kok tumben nawarin coklat??” tanya Intan.
“Yaaaa…Wahyu kan punya coklat.” Kata Wahyu dengan tampang tolol.
“Iya udah tau. Trus? Buat Intan? Kenapa? Biasanya kan Wahyu yg minta bekal makanan Intan. Kok aneh sih?”
“Yaaa, kan ngga tiap hari Tan, sekali2 gantian.”
“Emang rumah Wahyu lagi kebanjiran cokelat ya?” tanya Intan. Intan benar2 merasakan adanya keajaiban kalau sampai Wahyu menawari coklat. Biasanya kan Wahyu yang rakus, bukannya malah menawari seperti sekarang.
Serasa mendapat ide, Wahyu tersenyum ceria, “Iya Tan…kakak Wahyu kasih oleh2 banyak cokelat.”
“Kakak kamu kan baru kelas 1 SMP. Punya banyak coklat darimana?”
Dengan gelagapan Wahyu menjawab, “Kakak sepupu.”
“Ohhh…..”
“Ini.” Wahyu mengulurkan sebatang besar coklat cadburry dairy milk pada Intan.
Intan kaget lagi. Wahyu menawari coklat saja udah aneh, Intan pikir cuma sepotong. Tapi sebatang besar? Untuk ukuran anak SD….ini ajaib. Biasanya paling dapat sepotong, dibagi-bagi dengan teman2 yang lain pula. Boro2 satu batang. Intan masih diam, dia masih ragu untuk menerima cokelat pemberian Wahyu. Terlalu mencurigakan.
“Coklatnya kebanyakan Yu…dibagi2 aja  ama temen2 yg lain.”
“Ngga Tan! Buat anak2 yg lain udah ada. Ini sebatang khusus buat Intan. Soalnya, Intan kan baik, Wahyu sering mintain makanan Intan, dan nyontek PR Intan. Sekali-kali kan boleh.” Ada getaran panik di nada suaranya Wahyu.
Gambar ini hanya ilustrasi
Intan yang menangkap hal itu, jadi merasa ada sesuatu yang disembunyikan Wahyu, jangan2 ni anak mau menyogok, minta tolong sesuatu. Tapi Intan tidak punya waktu banyak untuk berpikir, karena PR metematika belum selesai. Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya Intan menerima coklat pemberian Wahyu.
“Eh…Tan, ada lagi.”
“Ini bunganya.” Wahyu mengangsurkan setangkai mawar merah dari dalam tasnya pada Intan.
“Bunga?” Intan merasa sangat heran.
“Dari Doni.” Kata Wahyu takut-takut. Wahyu tau persis Intan tidak suka pada Doni.
“Apa???” Intan langsung kesal. Kecurigaan Intan terhadap Wahyu, bahwa dia menutup2i sesuatu, terbukti sudah. Mestinya Wahyu memberi coklat pada Intan supaya Intan mau menerima bunga dari Doni. Enak aja!
“Jadi….coklat ini dari siapa?” tanya Intan.
“Itu…..dari Wahyu.” Kata Wahyu dengan sangat tidak meyakinkan.
“Beneran dari Wahyu???” tanya Intan curiga.
“Iya…itu dari Wahyu.” Jawab Wahyu cepat2.
“Intan ga mau coklatnya, juga bunganya.” Kata Intan.
“Eh..Tan, ini coklatnya dari Wahyu kok. Beneran. Jangan gitu dong, sekali2 kan Wahyu juga pengen ngasih ma Intan, balas hutang budi.” Kata Wahyu dengan memelas.

Intan tidak peduli, terus melanjutkan menyalin PR. Tapi Wahyu pantang menyerah, dengan gagah berani dia terus2an menarik-narik tangan Intan, walaupun risikonya disemprot Intan yang jutek.
“Ayo dong Tan, coklatnya nih….”
Karena sangat kesal dan terganggu oleh Wahyu, Intan menyambar dengan kasar coklat di tangan Wahyu. Yang penting Wahyu bisa diam, karena jam masuk sekolah tinggal 5 menit lagi, dan masih ada 2 nomor yang belum disalin. Apapun bisa Intan lakukan asal bisa menyalin PR dengan tenang.
Setelah Intan mengambil coklatnya, Wahyu mendesah lega. “Bunganya gimana Tan?”
“Makan aja ma kamu!” Jawab Intan dengan ketus.

Pulang sekolah, Wahyu bertemu dengan Doni dan ganknya –Tono, Umar dan Rizki- di belakang sekolah. Intan sudah pulang dari tadi bareng Sinta dan Yana. Lagipula, ini urusan cowok.

“Gimana Yu…diterima ngga coklatnya ma Intan?” tanya Doni.
Sambil nyengir, Wahyu mengacungkan jempolnya.
“Yes!” teriak Doni sambil ber-high five dengan Tono.
“Trus bunganya?” tanya Umar, sahabat Doni.
“Ini….Intan ngga mau terima.” Kata Wahyu sambil menyerahkan bunga mawar merah yang sudah rontok, tergilas buku2 Wahyu di dalam tas.
Doni menerima bunga itu, menatapnya sebentar, kemudian melemparnya ke dalam tempat sampah.

“Ngga papa Don, yang penting Intan udah terima coklatnya.” Kata Tono. Teman2 yang lain ikut mengangguk mengiyakan.
Doni nyengir lebar, “Itu artinya…….”
“Doni punya pacar!!!!” Seru Rizki.
Kemudian anak2 cowok itu sibuk berteriak2 menyoraki Doni, menaiki Doni, bertumpuk2 hingga Doni tidak kelihatan, seolah2 Doni habis membuat gol hat trick terspektakuler sepanjang sejarah.

Di rumah, Intan tidak tahu, bahwa coklat yang dimakannya sambil membaca komik siang itu adalah coklat cinta. Yang melambangkan diterimanya pernyataan cinta dari seseorang. Perlambang tanda jadian -bagi anak2 cowok  di SD Intan-

Sambil makan coklat, Intan berpikir, untung Intan tidak menerima mawar merah pemberian Doni. Sangat memalukan kalau Intan menerimanya. Dasar Wahyu, dikiranya Intan bisa disogok apa? Sampai kapanpun Intan tidak akan pernah menerima benda apapun dari Doni.

Intan juga tidak tahu, bahwa mulai hari itu, Wahyu tidak akan lagi mencontek PR matematika Intan. Karena sudah ada Doni, yang akan mengerjakan PR matematika Wahyu, sebagai imbalan karena Wahyu telah menjadi messenger yang sukses.

"Coklatnya enak juga, tumben Wahyu baik banget." Pikir Intan. Nyam…nyam…nyam….

Based on one true story
Ditulis di Jatinangor, 30 Maret 2004
Dedicated to: semua anak monyet di dunia.

1 comment:

  1. seruuuu, ngakak gw bacanya...dalam dunia nyata intan dan yana bersahabat, skrg mereka sudah menjadi dokter gigi..

    ReplyDelete