Tuesday, June 30, 2015

Elastic Heart - atau Cinta Karet Gelang (semacam Cinta Ketok Magic)

Oke...sebelum saya masuk ke kisah cinta fiksi ini, saya merasa perlu memberikan penjelasan dulu. Lirik lagu yang akan saya buat kisah cintanya adalah Elastic Heart-nya Sia (Note: Lagu ini juga soundtrack Hunger Games - Catching Fire). Sebenarnya, untuk lagunya saya tidak suka-suka amat, ada beberapa lagu lain yang menjadi favorit saya, tapi saya sangat suka video clipnya.


Ada banyak kritik pada video clip (VC) ini, katanya VC lagu ini mengandung unsur pedophilia. I don't know, ketika pertama kali saya lihat VC ini, tidak sedikitpun saya beranggapan dan merasa ini berunsur pedophilia, waktu itu saya cuma benar2 merhatiin emotional bond dari modelnya (Shia LeBeouf dan Maddie Ziegler). Ketika saya kemudian baca komen2 di bawah VCnya di youtube, saya malah jadi heran sendiri, iya gitu? Sia (sang penyanyi, bukan Shia sang model) bilang, Maddie di sini adalah sang alter ego, jadi dia adalah bayangan masa kecil yang menghantui si tokoh dewasa (Shia).

Ada juga kritik2 soal Shia LeBeouf dan Maddie-nya secara personal. Saya pikir, apa urusannya kehidupan personal para modelnya dengan VC ini ya, saya tidak melihat apa urusannya bahwa personalnya Shia LeBeouf agak aneh soal seni atau Maddie Ziegler adalah anak2 yang dikomersilkan. No! I just so related to the emotional intake of this VC. Honestly, I'm crying, by watching on this VC, menurut saya ini lebih ke emotional catharsis. So, this is it....cerita fiksi yang saya buat berdasar interpretasi lirik lagunya. Oh iya...kalau mau tau liriknya, bisa cek link ini.


---------------------------------------

ELASTIC HEART

"Good for you." ucap Vika perlahan seraya menutup akun Facebooknya. Orang yang baru saja Vika stalking adalah seorang cowok yang pernah beberapa tahun yang lalu mendekati Vika. Tentu saja hal itu tidak akan berguna.

Perlahan, Vika menghitung beberapa nama lain: Adrian, Bimo, Dimas, Anwar, Yusuf, Randy, Ichsan dan...yang baru saja ia ucapi selamat monolog, Idham.

Ada berapa orang tadi? Pikir Vika sambil lalu. Yah...masih di bawah sepuluh sih....who cares. Sudah 8 orang akhirnya menikah. Membuat perasaan Vika sedikit lebih lega, karena...walaupun tidak ada hubungannya buat Vika karena jelas-jelas orang-orang tersebut sudah move on dari memprospek Vika beberapa waktu sebelumnya, Vika selalu saja menyimpan perasaan bersalah sudah menolak mereka. Oke, menolak tawaran cinta dari orang lain adalah hak. Vika tahu itu, tapi tetap saja rasanya tidak enak. Vika tidak tahu lebih tidak enak mana antara menolak atau ditolak, karena Vika belum pernah ditolak sebelumnya, well...memang sih Vika belum pernah menyatakan cinta duluan sebelumnya. Tapi...alasan Vika menolak mereka tanpa pernah sedikitpun mempertimbangkan untuk menerima mereka, adalah yang membuat perasaan Vika tidak enak. Hal itulah yang membuat Vika berjanji dalam hati, tidak akan pernah memberikan kesan salah pada siapapun, bahwa dirinya, ingin diprospeki (apa pula itu bahasa diprospeki?).

Tetap saja, setelah melihat undangan pernikahan di FB Idham tadi, menyisakan satu perasaan sendu pada diri Vika. Bukan cemburu atau marah, Vika senang Idham akhirnya menikah. Tapi rasa sendu akan diri Vika sendiri, akan diri Vika dan Malik. Her beloved one.

Vika membuka line chat-nya yang berdenting, dari Malik, "Hai gadis cantikku, pabila kau terjaga dr tidurmu esok di pagi hari jgnlah engkau lupa untuk mengabari pria yang selalu mencintaimu."

Vika memutar bola matanya sebelum membalas, "Dan apakah Kakanda salah makan sesuatu?"

Kurang dari 10 detik Line-nya berbunyi kembali, "Karena Kakanda selalu merindukan dan mengkhawatirkan Dinda."

Vika: "Ngooook."
Malik: "Hahahaha....Belum tidur sayang, udah malem lho...."
Vika: "Iya ini bentar lagi fade out. Night darling, dadar guling." 
Malik: "Met bobo Dinda tercinta."
Vika: "Kirain pacar kamu namanya Vika, bukan Dinda."
Malik: "Oops...ketauan deh. Hahaha."
Vika: "Hus...berisik! Udah malem! Bobo gih."
Malik: "Iya deh iyaaaa.....muach."

Vika tersenyum sambil mematikan layar handphone-nya, sungguh....sepuluh tahun yang lalu ia tidak akan menyangka bakal punya pacar dengan selera humor norak. Hadeeehhh...tapi kata orang cinta itu buta. Iya gitu?


Sepuluh menit setelah teks terakhir dari Malik, Vika masih belum bisa tidur, perjalanan hubungannya dengan Malik sudah melalui begitu banyak hal. Banyak orang bilang Vika terlalu pemilih, ah...tapi mereka tahu apa? memangnya yang akan menjamin dan menanggung segalanya setelah orang menikah itu mereka? Hearts wants what it wants.

Malik itu...orang bakal tertawa kalau tahu. Karena orang selalu mengira Vika mengincar seseorang yang di atas garis standar. Malik bukan siapa-siapa, kelebihan Malik cuma, membuat Vika merasa nyaman, sangat nyaman. Kira-kira, orang bisa bertahan berapa lama sih setelah patah hati? Vika tidak tahu, dan tidak pernah ingin tahu. Jadi ini masalahnya adalah antara bertahan atau bosan. Tidak satu pun terasa enak. Tapi...Vika akan mencoba.

Sepuluh tahun yang lalu, Vika tidak pernah tahu akan seberapa kuat daya rentang hatinya untuk bertahan, ternyata cukup besar. Bisa meregang dan mengerucut, dengan mudah, untuk bertahan. Ah...bosan bicara soal cinta. Ini waktunya tidur.

--------

Keesokan pagi, handphone-nye sudah berbunyi, refleks Vika mengangkat teleponnya.

"Halo..." dengan mata masih terpejam Vika berusaha bicara.
"Vika....udah bangun belum?" Lho...kok suara perempuan? Vika berpikir itu pasti telepon dari Malik. Sebelah mata Vika mengintip nama yang tertulis di layar. Tulisannya: Tante Melly. Ah well....

Vika: "Iya tante....ada apa?"
Tante Melly: "Sayang...Sabtu nanti mau kemana?"
Vika: "Sabtu nanti?"
Tante Melly: "Iya Sabtu nanti."
Vika: "Emang ini hari apa Tante?"
Tante Melly: "Kamis Vikaaa."
Vika: "Oh..."
Tante Melly: "Jadi?"
Vika: "Tante mau ngajak kemana?"
Tante Melly: "Gini....kan Sabtu nanti Tante ada arisan temen2 SMA, acaranya di Pasar Minggu. Tante ga ada temen nih...Risya dan April ga bisa nemenin."
Vika: "Kan di arisan ketemu banyak temen Tante..."
Tante Melly: "Iyaaa....tapi kan berangkatnya Tante sendiri."
Vika: "Ga sama supir?"
Tante Melly: "Ada...tapi kan males ngobrol sama supir."
Vika: "Ya udah....jam berapa?"
Tante Melly: "Acaranya sih lunch time, nanti Tante jemput jam 10 ya."
Vika: "Oke...."
Tante Melly: "Oh iya.....nanti Vika pake baju yang pink polka dot itu ya...kamu keliatan cantik lho pake itu. Dah sayang..." 

Vika mendesah, merusak pagi saja. Baju polka dot pink sialan, Vika tahu itu adalah hashtag code dari Tante Melly ingin mengenalkan Vika dengan seseorang, mungkin anak salah seorang teman Tante Melly. Don't they get tired or something? Don't they learn anything?


Vika tidak habis pikir, kenapa red flag-nya Vika tidak sama dengan red flag mereka. Kenapa....

Handphone Vika berbunyi kembali, kali ini dari Malik.

Vika: "Halo."
Malik: "Pagi Dinda..."

Ah...pacar norakku, aku sayang kamu. Pikir Vika.

-------

Di rumahnya, Tante Melly segera men-dial no telepon lain, di layarnya HPnya tertulis Mbak Mira - calling ---- Yang tak lain dan tak bukan adalah ibunya Vika.

Mira: "Halo, gimana Mel?"
Melly: "Iya mbak, barusan aku dah telepon Vika, dia akhirnya oke."
Mira: "Syukurlah....dia ga curiga?"
Melly: "Kayanya sih ngga, curigapun mungkin dikiranya seperti dulu2, mau dikenalin sama yang baru."
Mira: "Oke...trus temenmu gimana, siap?"
Melly: "Dia udah setuju, udah aku ceritain masalahnya."

Jeda....

Melly: "Mba Mira? Kok diam?"
Mira: "Iya Mel....aku cuma...haduh...hampir putus asa harus gimana lagi. Udah 7 tahun Mel dari kejadiannya."
Melly: "Iya Mbak...makanya kita berusaha."
Mira: "Seandainya aku tau bakal kaya gini."
Melly: "Mba....udah dong...kita kan udah bahas ini sering. Dibahas lagi juga ga akan mengubah kejadian yang udah terjadi."
Mira: "Iya sih Mel...tapi aku sedih Mel, aku ibunya."
Melly: "Dan aku tantenya, dan aku juga sayang Vika, juga sayang Mbak juga. Jangan sampe Mba Mira perlu aku bawa ke psikiater juga, ngurus yang satu aja belum selesai."
Mira: "Hehehe..Tapi...mungkin iya juga Mel, aku perlu dibawa ke psikiater. Temenmu itu psikiater bagus kan ya?"
Melly: "Bagus lah...tapi bayarannya juga bagus. Daripada bayar dia lagi mendingan aku aja yang jadi psikiater Mbak. Gratis, cuma perlu dibayar nasi padang aja Mbak."
Mira: "Psikiaternya cap nasi padang, bisa sembuh ga?"
Melly: "Jadi curhat ga nih?"
Mira: "Kamu kan udah tau ceritanya."
Melly: "Iya sih...tapi tadi pertanyaannya kan ga gitu, jadi mau curhat lagi ga nih? Makin lama bayarannya bakal makin mahal lho, nanti ditambah es jeruk."
Mira: "Oke...baiklah...gini Bu Dokter Psikiatri cap nasi padang, saya adalah seorang Ibu sedang sedih dan putus asa, anak perempuan saya jatuh cinta setengah mati sama seseorang yang ditemuinya 10 tahun yang lalu. Saya dan suami saya menganggap laki2 ini tidak cukup baik untuk anak perempuan kami, jadi kami melarang mereka. Tapi sepertinya mereka tetap pacaran. Setelah tiga tahun pacaran, laki2 ini meninggal Dok. Masalah tidak jadi selesai Dok, malah menjadi semakin rumit. Karena anak saya...dia menolak percaya laki2 ini sudah tidak ada, dia tetap percaya dia ada, suka ngomong di telepon sendiri, sms-an sendiri. Hal lain yang membebani saya adalah, seandainya...seandainya dulu kami tidak melarang mereka, apa mungkin anak saya tidak akan jadi seperti ini? Saya tahu  hidup mati urusan Allah, tapi...at least, kalaupun dia kehilangan laki2 ini, dia kehilangan setelah keinginannya tercapai. Saya tidak mau anak saya gila Dok. Saya sudah berusaha dengan banyak cara...tapi sepertinya belum ada yang berhasil. Anak saya tetap hidup dengan hantu masa lalunya."
Melly: "Hmmm...baiklah, cobalah dengan minta bantuan pada adik ibu yang bernama Melly itu, dia orangnya pintar, keren, baik hati dan tidak sombong."

Jeda - isak - menarik nafas.

Mira: "Yah.....tapi juga makannya banyak."
Melly: "Hahahaha."
Mira: "Makasih ya Mel, selalu bisa bawa aku untuk ga sedih...ngomong2 kamu ga kerja?"
Melly: "Ya kerja lah...ini juga sambil siap2."
Mira: "Ya udah deh kalo gitu....thanks ya De... tolong doain terus buat kesembuhan Vika ya."
Melly: "Iya...selalu Mbak...selalu."


Percetakan Negara, 30 Juni 2015


No comments:

Post a Comment