Saturday, November 1, 2025

Ketika Hidup dan Isi Kepalaku Bagaikan Ampar-ampar Pisang

Pernah ngga kamu kenal orang yang suka mengutip ucapan atau cerita kamu, lalu menjadikannya seolah itu pengalaman pribadinya? Saya pernah. Dan jujur, rasanya aneh.

Awalnya saya tidak terlalu ambil pusing. Kalau yang dia “pinjam” cuma pendapat saya soal sesuatu, ya sudahlah, mungkin dia memang setuju. Tapi lama-lama saya mikir, kayaknya waktu pertama kali kami bahas topik itu, dia baru kepikiran setelah saya ngomong. Beberapa waktu kemudian, saya dengar dia menyampaikan hal yang persis sama, dengan nada yakin, seolah-olah itu ide briliannya sendiri.

Sampai situ masih bisa saya maklumi. Mungkin pendapat saya itu adalah “inspirasi”. Tapi yang bikin saya heran adalah ketika dia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi pada saya, dengan detail yang sama persis. Awalnya saya kira dia cuma punya pengalaman mirip, sampai saya sadar, kok kronologinya juga sama?

Lucu sih, tapi kok juga ngeselin. Saya sampai berpikir, apa sebegitu kosongnya kah hidupnya sampai dia harus nebeng di kisah hidup orang lain?

Tapi di sisi lain, saya juga berpikir, mungkin ini bentuk pengakuan tidak langsung. Sepertinya isi kepala dan hidup saya ternyata cukup menarik untuk dijadikan bahan cerita. Lumayanlah, setidaknya ada yang menilai hidup saya layak di-remake. Haha.

Sejak itu saya jadi lebih hati-hati kalau bercerita. Bukan karena enggan mengobrol, tapi karena rasanya aneh aja jika kemudian cerita saya tiba-tiba jadi kisah orang lain. You know, rasanya mirip seperti waktu tahu ampar-ampar pisang atau reog Ponorogo tiba-tiba diklaim Malaysia, antara ingin tertawa, ingin protes, tapi kasian juga. Apa ga ada orang lain yang pendapat dan kisahnya lebih menarik untuk diklaim? 

Akhirnya, saya cuma bisa bilang, “Ya sudahlah, selama dia merasa lebih keren jadi “versi lain saya”, saya anggap aja itu kontribusi kecil saya bagi dunia yang kekurangan ide orisinal.

No comments:

Post a Comment