Friday, October 31, 2025

Masakan Ibu

Sejak kecil, saya sudah punya dunia sendiri -- teman-teman khayalan sendiri, dan dunia yang dibangun dari detail kecil, mulai dari makanan. Ibu sering bilang, saya adalah anak yang paling spesifik soal apa yang ingin ibu masak. Tidak sekadar dimasak, tapi menu tertentu dengan rasa tertentu, bahan tertentu.

Untuk ukuran anak-anak yang tumbuh di zaman saya, menyampaikan keinginan seperti ini tidak umum. Kakak-kakak saya cenderung terima-terima saja apa pun yang dimasakkan ibu. Sedangkan saya? Menu tidak biasa yang sering saya minta misalnya: serundeng tanpa ayam tapi tetap ada rasa ayam dari sisa bumbu ungkep -- bayangkan jika saat itu ibu sedang tidak masak ayam, kan repot; bubur merah putih sebagai dessert, bukan untuk hari khusus; pindang telur dengan tekstur dan rasa tertentu yang biasanya hanya jadi pelengkap “bebeye”; air tajin sebagai minuman (yang membuat nasi jadi sepa karena airnya diambil untuk saya -- padahal saya masih minum susu tiga kali sehari); bahkan sering tengah malam bangun minta nasi telur ceplok, yang telurnya harus digoreng dulu pakai kompor minyak.

Mungkin bagi orang lain itu ribet. Tapi bagi Ibu saya -- dan Bapak saya yang sering gorengkan telur tengah malam -- sepertinya mudah saja. Mereka tidak pernah mengeluh atau bilang saya merepotkan. Jadi saya tidak pernah merasa itu hal ribet. Baru setelah dewasa, mengingat ulang, saya berpikir, “Eh, kok saya merepotkan ya?” Saat itu, bagi saya, itu hanyalah cara menjalani dunia sesuai logika rasa saya sendiri.

Dari kebiasaan itu, saya belajar sesuatu yang lebih luas daripada makanan. Detail itu penting, proses itu berharga, dan memahami hal-hal kecil bisa mengubah pengalaman secara keseluruhan. Saya pun belajar menunggu, misal saat saya meminta serundeng dan ibu bilang, nanti ya kalau ibu masak ayam, saya jadi tahu saya perlu bersabar, dan saya memahami janji yang ditepati, karena ibupun memenuhi janjinya. Saya tahu, dunia bisa dinikmati dengan cara berbeda, dan tidak apa-apa bila berbeda dari orang lain.

Kini, saya melihat pola itu di banyak hal dalam hidup saya. Saya cenderung detail, reflektif, selektif, dan intens dalam merasakan hidup -- bukan karena ingin sempurna, tapi karena ingin memahami, menikmati, dan merasakan sepenuhnya. Semua dimulai dari hal yang paling sederhana: serundeng, bubur, pindang telur, dan tajin masa kecil saya.

Mungkin bagi orang lain, itu hanya “manja soal makanan.” Pernah seorang teman bilang begitu saat kami ngobrol soal kenakalan masa kecil. Dia bilang, “Wah, kalau itu nenekku pasti diomeli, anaknya nggak mensyukuri apa yang dihidangkan.” Saya cuma tersenyum, batin saya, “Untung ibuku bukan nenekmu.” Karena bagi saya, ketika ibu bisa memberikan rasa makanan persis seperti yang saya mau, dunia terasa baik-baik saja, saya merasa aman. Saya masih punya waktu untuk memahami pahit dunia. Haha. Dari situlah saya belajar menghargai hal-hal kecil dan memahami bahwa perhatian terhadap detail bisa membentuk cara pandang dan cara hidup.

Seiring bertambah dewasa, saya tidak lagi sering meminta ibu membuatkan menu khusus. Tapi entah bagaimana, ibu bisa tahu saya sedang menginginkan makanan tertentu. Kadang hanya dengan membayangkannya, pulang ke rumah, hidangan itu sudah ada di meja. Saking seringnya, saya sempat berpikir: tinggal membayangkan saja, nanti ibu akan memasakkan sendiri. Haha, tolol memang. Sekarang saya pikir, itu mungkin hubungan batin ibu dan anak -- keinginan saya didengar semesta, dan disampaikan melalui bisik hati ibu.

Hingga kini, ada dua jenis masakan yang tidak pernah saya buat sendiri: bumbu rawon dan bumbu urap. Saya selalu minta ibu buatkan bumbunya, dan saya bawa untuk digunakan sendiri. Karena saya tahu, kalau saya coba masak sendiri, rasanya tak akan sama dan saya akan kesal sendiri karena tidak sesuai bayangan. Selengket dan se-fanatik itu lidah saya dengan cita rasa masakan ibu.

Agaknya, dulu hingga sekarang saya masih bocah yang sama -- bocah yang kadang sulit dipahami orang lain tapi sangat mudah dibaca maunya oleh ibuku, seperti buku.

No comments:

Post a Comment