a.da.ru.sa
- n Mu orang yang meminjam sesuatu (tentang uang atau barang), tetapi tidak ada kemauan untuk mengembalikan uang atau barang tersebut
Sumber: Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kata utang dalam bahasa arab adalah Al-Qardh yang secara etimologi artinya adalah memotong. Sedangkan, menurut syari atau kaidah Islam memiliki makna memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapapun yang membutuhkan dan dimanfaatkan dengan benar, serta akan dikembalikan lagi kepada yang memberikan. Maka itu ini disebut juga sebagai pinjaman.
Sumber: Hukum Hutang dalam Islam
Somehow, saya merasa banyak orang menganggap utang yang memang perlu dibayar adalah yang berkaitan dengan uang. Padahal dalam sehari-hari utang bisa terjadi dalam banyak hal, barang sehari-hari, perbuatan, atau juga janji-janji. Entah bagaimana, kita mudah sekali tergelincir dalam menjanjikan sesuatu tanpa ada niatan memenuhinya supaya utang tersebut gugur. Padahal ketika ijab qabul gagah banget bilangnya dengan kalimat simple, "Pinjam dulu ya." Padahal di situlah kita menyalakan tombol kewajiban kita untuk mengembalikan.
This made me contemplating, mungkin saya suka kaya gitu juga tanpa sadar. Pernah ada suatu ketika ketika saya masih SMP, saya membeli buku pelajaran yang dijual guru saya, waktu itu membayarnya ke bendahara kelas. Swear to God saya sudah membayar, tapi teman saya itu menganggap saya belum, karena ketika membayar teman saya itu sedang tidak membawa buku catatan pembayarannya dan uang saya dia simpan di saku bajunya begitu saja. Sampai ngotot-ngototan, dan akhirnya saya mengalah, saya bayar lagi. Ya sudahlah, walaupun terselip rasa dongkol karena kenapa saya yang mengalah padahal saya yang benar.
Ketika saya kuliah, ada kejadian lain, seorang teman saya berjualan custom T-Shirt, waktu itu saya beli dan membayarnya dengan mencicil 2 atau 3x (lupa detailnya), saya beli karena ingin ngelarisi dia. Karena saya dan yang jualan beda jurusan, jadi jadwal kuliah kami tidak sama dan kadang tidak ketemu, dia titip pesan kalau mau bayar bisa titip ke beberapa orang teman saya yang satu jurusan dengan saya, tapi se-gank dengan dia. Akhirnya ketika pembayaran terakhir, saya dititipkan ke salah seorang teman tersebut yang ketika saya coba ingat-ingat, saya malah lupa yang mana. Hingga akhirnya saya ditagih lagi setelah sekian lama (berbulan-bulan kemudian) dan saya jawab sudah.
Tapi sayangnya, kejadian masa SMP terjadi lagi dan kami ngotot-ngototan, saya waktu itu merasa, kenapa saya harus mengalah lagi sih padahal saya benar. Tapi masalahnya otak saya yang pendek ingatannya lupa bayarnya ke siapa, karena ketika saya sudah lunas ya sudah saya lupakan karena merasa sudah bebas tanggungan. Saya yakin sudah bayar karena ada di catatan bulanan saya, pembelian kaos sudah saya ceklis yang artinya lunas. Iya saya dulu suka mencatat pengeluaran saya. Rajin ya? Hahaha. Tapi bodohnya saya cuma ceklis saja tidak saya tulis detailnya bayar ke siapa dan tanggal berapa. Long story short, teman saya yang mengalah, tapi dari situ hubungan kami jadi tidak baik, dan teman-teman yang lain sepertinya berpikiran bahwa saya tipe orang yang mangkir bayar utang. Sungguh jadi terasa tidak enak.
Saya belajar banyak dari situ, 1. Jangan berutang bila tidak perlu-perlu amat, 2. Ingat selalu kita berutang kepada siapa saja, dan ketika membayar/mengembalikan kalau bisa pakai bukti, 3. Ketika memberi utang tidak usah diingat-ingat, anggap aja investasi kita untuk akhirat, jadi ketika orang tidak membayar/mengembalikan tidak akan merusak hubungan baik.
Orang tua saya sering berkata, kalau tidak perlu-perlu amat, tidak perlu berutang. Saya selalu diajarkan dan juga dicontohkan untuk membayar segala sesuatu secara tunai. Kalau memang belum mampu ya ga usah berutang, terutama untuk hal-hal kecil.
Dulu juga mereka menyarankan kami menabung buat beli rumah, yang mana ga pernah terkejar. Pada akhirnya orang tua merestui kami anak-anaknya berutang untuk hal penting seperti membeli rumah dengan cicilan. Selain itu, mereka akan sangat menganjurkan kami untuk membayar tunai, atau pakai saja yang dimiliki walaupun jelek ataupun ketinggalan jaman, selama masih berfungsi tidak usah pinjam. Kalimat yang mereka ucapkan selalu sama, "Ga punya ga apa-apa daripada maksain trus punya utang."
Karena saya memang anak yang modelannya nanggung, ga pinter ga bodo, ga cakep ga jelek, punya keahlian tapi ga ada yang jago, dan juga punya passion tapi ga ambisius, akhirnya saran orang tua untuk selalu so-so saya ikuti, karena memang aslinya saya "ah udahlah gini aja type".
Lah kok jadi nyimpang dari topik, eniwei, setiap kita biasanya kenal dengan seseorang yang punya kecenderungan meminjam, atau menggunakan barang orang lain tapi tidak pernah mengembalikan karena entah ga niat, ga kepikiran, atau sekadar malas dan berpikir ah cuma gitu aja. Tapi sungguh, kalau kita balik lagi ke masalah integritas atau lebih jauh mengingat hukum agama, rasanya kok serem kalo hidup kita masih diberati utang.
For myself, saya akan selalu berusaha lebih berhati-hati dalam pinjam meminjam, walaupun hal kecil. Semoga kita semua terbebas dari utang yang akan memberatkan hisab kita di akhirat. Amin.
No comments:
Post a Comment