buhul /bu.hul/ n simpul (tentang dasi)
bentuk tidak baku: buhur
Gabungan Kata: buhul mati
Saya percaya, ada semacam benang halus yang menghubungkan hati-hati yang saling mencintai. Tak terlihat, tapi terasa. Seperti frekuensi lembut yang bergetar di antara dua jiwa, atau tiga, atau lebih, menyatukan rasa tanpa perlu kata.
Sering kali, saya dan suami seperti membuktikan hal itu tanpa sengaja. Ada malam ketika saya sedang memikirkan dia, atau sedang menatap layar ponsel, jari baru ingin menekan tombol “call,” lalu ponsel saya berdering lebih dulu, nama ayang embeb muncul di layar, atau sebaliknya. Suami saya bilang "Baru mau pencet call kamu masuk duluan." Kami tertawa kecil karena lagi-lagi, kami memikirkan hal yang sama di waktu yang sama. Kadang bahkan telepon kami bertabrakan, saya menelepon dia, dia menelepon saya, dan jaringan pun bingung siapa yang duluan. Tapi kami tahu, itu bukan kebetulan. Mungkin itu cara semesta menertawakan dua orang yang terlalu saling terhubung.
Hal yang sama juga terjadi dengan kakak perempuan saya. Kami memang cukup dekat sejak kecil. Kami bisa berminggu-minggu tak sempat bertemu, lalu tiba-tiba tanpa janjian, muncul di tempat makan yang sama, di jam yang hampir serupa. Saya baru tiba dan menuju meja yang saya pilih, dia baru selesai makan di meja sebelah saya. Kami saling menatap kaget, lalu tertawa, “Lho, kok kesini juga.”
Dan ibu saya....ah, ibu selalu punya intuisi sendiri. Entah bagaimana, di hari-hari ketika saya sedang lelah dan membayangkan masakannya, seperti sihir, masakan yang saya bayangkan itu ada di meja ketika saya pulang. Ibu bilang itu kebetulan, tapi kok terlalu sering. Saya yakin, hati ibu punya radar sendiri, dan di sana, sinyal saya tertangkap dengan kuat olehnya.
Kadang saya berpikir, mungkin simpul hati itu terbentuk dari kebiasaan mencintai. Dari semua doa yang pernah dipanjatkan, dari perhatian kecil yang tak pernah benar-benar hilang. Ia tumbuh pelan-pelan, menjalar, dan menyatu di antara detak yang sama.
Maka ketika hal-hal seperti itu terjadi, telepon yang bertabrakan, pertemuan tanpa rencana, masakan yang persis sesuai harapan tanpa diminta, membuat saya tersenyum. Karena saya tahu, cinta tidak selalu harus diucapkan. Kadang ia bekerja diam-diam, lewat getaran kecil yang menyatukan kami di tengah kesibukan dunia.
Simpul hati itu nyata. Dan saya bersyukur, benang halusnya selalu menuntun saya pulang kepada mereka yang saya cintai.
Bismillāhi arqīka min kulli syai'in yu'dzīka, min syarri kulli nafsin wa 'ayni ḥāsidin, Allāhu yasyfīka. Amin.

No comments:
Post a Comment