Saturday, March 2, 2024

Baskara

baskara /bas.ka.ra/ n matahari

Dulu, Matahari Dept Store adalah salah satu tempat favorit saya untuk berbelanja baju. Setiap kali masuk ke gerainya yang terang dan luas, selalu ada perasaan 'menenangkan'. Cuci mata santai melihat-lihat deretan pakaian dengan kualitas oke dan harga yang masih terasa masuk akal. Ada satu merek baju di sana yang menjadi kesukaan saya di Matahari, karena potongannya bagus, bahannya nyaman, dan modelnya saya banget. 

Namun, seiring waktu, kebiasaan saya berbelanja mulai berubah. Entah sejak pandemi atau memang karena dunia digital semakin mudah diakses, saya mulai jarang berkunjung ke belanja di Matahari. Sekalinya ke sana, harga-harga di Matahari sekarang terasa agak mahal bagi kemampuan saya.

 Bukan berarti kualitasnya menurun, hanya saja persepsi saya terhadap “harga wajar” ikut bergeser. Di online shop, tinggal scroll-scroll, saya bisa menemukan baju dengan gaya serupa dan harga yang jauh lebih bersahabat.

Sekarang, Matahari masih saya kunjungi, tapi tidak sesering dulu, mungkin hanya ketika ada keperluan tertentu atau sekadar ingin bernostalgia suasana belanja offline, yang pernah jadi bagian dari masa muda saya. 

Saat saya iseng menulis tentang ini, saya mencari tahu sejarah Matahari di internet. Ternyata kisahnya panjang dan menarik juga. Dari sebuah toko kecil yang berdiri pada tahun 1958 di Pasar Baru, hingga berkembang menjadi salah satu jaringan department store terbesar di Indonesia. Tautan referensinya di sini.

Namun, zaman memang berubah. Dunia ritel konvensional menghadapi tantangan besar. Banyak pembeli yang kini lebih memilih berbelanja secara daring, mencari kemudahan, kecepatan, dan harga yang kompetitif. Saya teringat toko buku Gunung Agung, yang juga punya sejarah panjang dan menjadi bagian dari kenangan banyak orang, namun akhirnya harus menutup banyak gerainya karena tak mampu bersaing di era digital dan gaya hidup masyarakat yang berubah.

Melihat itu, saya jadi berharap semoga nasib Matahari tidak berakhir sama. Ada nilai sentimental yang melekat pada brand seperti ini, bukan hanya sekadar tempat belanja, tapi juga bagian dari perjalanan hidup banyak orang Indonesia. Bagi sebagian generasi, Matahari adalah simbol masa-masa keluarga berjalan-jalan di akhir pekan, ibu memilih baju Lebaran, atau remaja mencari pakaian pertama untuk kuliah atau kerja.

Sekarang, Matahari mungkin tak lagi menjadi pusat belanja utama bagi saya, tapi namanya tetap menyimpan kenangan manis. Saya berharap ia bisa menemukan bentuk barunya, tetap bersinar, tapi dengan cara yang menyesuaikan zaman. Karena di tengah dunia yang semakin serba digital, ada sesuatu yang hangat dan manusiawi dari pengalaman berbelanja secara langsung, sesuatu yang dulu diberikan Matahari dengan begitu alami.

No comments:

Post a Comment