It's like spicy food - sometimes you have to tone it down so more people can enjoy it.
Saya tidak suka makanan pedas. Ukuran makanan terasa pedas buat saya biasanya adalah yang sedikit pedas kata orang lain. Atau kalau orang Jawa bilang sumer. Alasannya menurut saya karena pedas itu menyakitkan. Dan hingga sekarang saya belum bisa menemukan alasan atara pedas = enak.
Karena menurut saya rasa pedas itu menyakitkan, maka bagi saya menikmati rasa pedas masuk golongan masokis. Kemudian saya tak sengaja menemukan artikel mengenai penelitian Dr Paul Rozin di NY Times yang memang membenarkan anggapan saya seperti kutipan berikut:
"He has evidence for what he calls benign masochism. For example, he tested chili eaters by gradually increasing the pain, or, as the pros call it, the pungency, of the food right up to the point at which the subjects said they just could not go further. When asked after the test what level of heat they liked the best, they chose the highest level they could stand, “just below the level of unbearable pain.”
Selengkapnya di sini
1. Reaksi tukang jualan ketika saya beli ketoprak/gado-gado/lotek trus saya bilang, "Jangan pake cabe."
3. Perasaan saya ketika kepedasan tapi ga ada air minum
5. Saya ketika dikasih makanan yang ternyata pedas tapi ga berani lepeh karena yang ngasih masih di depan saya.
6. Saya ketika BAE ngalah untuk ga makan di tempat yang menunya pedas 😎
Orang bilang saya ga suka pedas karena saya keturunan Jawa. Tapi serius deh, banyak masakan Jawa itu pedasnya amit2. Liat deh cabe rawit Jawa, horor banget. Saya sering kok jajan pecel di daerah Jawa trus pas makan kok bumbunya kelewatan pedasnya sampai ga bisa saya makan. Jadi menurut saya ini masalah psikologis, saya ga suka sakit, saya bukan masokis. Jadi ga ada kaitannya sama suku. Hidup ini aja udah penuh derita, kenapa juga kita makan makanan yang tambah bikin menderita. 😋
No comments:
Post a Comment