Saya mencapai usia 40 tahun... dengan Covid.
Woowww... this is really something, hadiah ulang tahun yang sama sekali tidak diharapkan. Emotional, but somehow I was grateful. Mencapai usia penting, dan ndilalah-nya juga mengalami kejadian penting: kena Covid, di masa ketika virus itu masih terdengar menakutkan. Tapi entah bagaimana, saya justru merasakan ketenangan yang sulit dijelaskan saat itu. Entah karena sugesti, atau karena secara psikologis saya memang sudah lebih matang.
Ungkapan “life begins at forty” ternyata benar adanya. Saya teringat salah satu podcast Quraish Shihab yang mengatakan bahwa manusia mencapai kesempurnaannya di usia 40, and I think that’s true. Ketika memasuki usia ini, saya merasa jauh lebih tenang. Saya tidak lagi terlalu peduli dengan pendapat orang seperti dulu. Sedikit lebih santai, sedikit lebih damai.
Ibnu Katsir juga menulis bahwa ketika seseorang berusia 40 tahun, maka sempurnalah akal, pemahaman, dan kelemahlembutannya (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:623).
(Sumber: rumaysho.com/16690-usiaku-sudah-40-tahun.html)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi usia manusia menjadi empat fase:
- Masa Anak-Anak (Aulad): sejak lahir hingga aqil baligh (0–15 tahun). Fase menumbuhkan fitrah, menanamkan adab, dan mengajarkan ilmu dasar kehidupan.
- Masa Pemuda (Syabab): 15–40 tahun. Fase menemukan first calling atau misi hidup pertama.
- Masa Dewasa (Kuhul): 40–60 tahun. Fase menemukan next calling atau tugas langit berikutnya.
- Masa Tua (Syuyukh): 60 tahun ke atas. Fase menyiapkan warisan perjuangan, legacy.
Seiring waktu, saya mulai merasakan perubahan, bukan hanya dari dalam diri, tapi juga dari lingkungan.
No more catcalling. Orang lebih memaklumi kecerobohanku, dengan alasan, “ya, namanya juga ibu-ibu.” Tidak ada lagi urgensi untuk selalu tampil cantik, tidak ada tekanan untuk membuktikan apapun. Saya merasa lebih damai, bisa berjalan di jalanku sendiri.
Di sisi lain, tentu ada juga rasa takut, pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang belum saya capai, belum saya miliki. Wajar, saya masih berproses. Tapi secara umum, banyak hal kecil yang dulu terasa penting kini tidak lagi signifikan.
Dan mungkin inilah inti dari usia 40 itu sendiri: sebuah titik jeda. Bukan akhir, bukan juga awal yang baru, tapi momen untuk menoleh ke belakang dengan penuh syukur, lalu menatap ke depan dengan lebih ringan. Ada kesadaran bahwa hidup tidak harus selalu besar dan menggelegar; cukup dijalani dengan tenang, dengan niat baik, dan dengan hati yang tetap mau belajar. Karena ternyata, menjadi dewasa bukan soal tahu banyak hal, tapi tahu kapan harus diam, kapan harus ikhlas, dan kapan harus mulai lagi, pelan-pelan.
No comments:
Post a Comment